Skip to main content

Mewawancarai Tuhan


E: Kenapa sekarang aku begini Tuhan?

T: Begini bagaimana maksudmu?

E: Ya, begini, setiap dalam lingkungan baru selalu membuat masalah buat orang-orang. Kenapa Tuhan?

T: Menurutmu kenapa?

E: Terus terang, aku bingung kenapa, karena itu aku tanya khan?

T: Kenapa kamu bingung?

E: Entahlah, mungkin karena perasaan-perasaan manusia yang sulit buat dimengerti oleh kata-kata?

T: Apakah semuanya harus bisa dijelaskan oleh kata-kata agar dapat dimengerti?

E: Mungkin kalau untuk aku, iya. Kalau menurutMu?

T: Sebelum aku jawab, aku tanya dulu, apakah kamu bisa merasakan manis?

E: Tentu saja bisa, lalu?

T: Lalu bisakah kamu menjelaskan rasa manis itu padaKu menggunakan kata-kata?

E: Hmm... Tidak bisa.

T: Kenapa tidak bisa? Lalu bagaimana Aku bisa merasakan manis yang kamu rasakan?

E: Hmm... Coba Kamu makan gula saja, pasti sama.

T: Nah itu dia, jawaban dari pertanyaanmu tadi, tidak semuanya bisa dijelaskan oleh kata-kata, tidak semuanya bisa dimengerti dengan kata-kata, dan tidak semuanya bisa dirasakan dengan kata-kata. Cobalah untuk merasakan saja, kurangilah untuk berpikir dalam mengerti perasaan.

E: Ah, Kamu kayak ibuku saja, dia bilang, "Kamu tidak perlu berpikir terlalu jauh, semuanya itu proses, biarkan mengalir saja dan jalani dirimu dengan apa adanya saja." Lalu apakah yang kulakukan selama ini salah?

T: Salah? Siapa yang bilang salah?

E: Orang-orang terdekatku sering mengingatkanku, tapi masih saja aku lakukan dan sekarang aku terima akibatnya. Terkadang setelah aku melakukan itu, aku merasa bersalah.

T: MenurutKu, kamu memang salah dan kamu sombong! Kamu tidak mau mengakui kelemahanmu selama ini, kamu merasa kamu bisa semuanya sendirian dan dengan sombongnya kamu berkata, "Aku siap dengan konsekuensinya" padahal kamu lemah, tidak ada apa-apanya. Tapi, sudahlah, anggap saja itu pelajaran yang setimpal buat kamu yang dulu juga pernah maki-maki Aku sampai nangis-nangis....hehehehe :P

E: Wah, masih diinget aja nih. Hei, kembali ke topik, sukanya mesti ke mana-mana. Lalu, kenapa aku ada di dunia? Apa sih perananku di dunia ini? Karena selama ini aku merasa bahwa aku berperan sebagai perusak. Tidak ada perusak, maka tidak ada pemelihara. Apakah itu benar?

T: Wah pertanyaanmu sulit untuk Aku jawab. Apakah harus Aku jawab?

E: Ya, harus! hahaha

T: Arogan banget? Kurangilah aroganmu itu, banyak orang-orang yang gak nyaman dengan sikap seperti itu. Arogan hanya diperlukan di saat-saat tertentu saja dan cobalah belajar merendah sedikit Van.

E: Hmm... Ya ya, aku tahu itu. Lalu jawaban yang tadi apa? hehehe :)

T: Kenapa kamu ada di dunia? Ya, karena cinta kedua orang tuamu, kamu ada di sini sekarang. Lalu mengenai perananmu, kalau menurutKu, kamu lebih cocok menjadi peranan yang situasional. Terkadang menjadi jahat, terkadang menjadi baik. Sesuaikan sikonnya dong, kayak tadi temanmu bilang juga, sesuaikan dengan lingkungan. Ketika kamu bersama orang-orang dibawahmu, coba samakan diri dan sebaliknya pun begitu. Toh, kenyataannya tadi kamu juga bisa belajar banyak dari temanmu khan?

E: Hmm... Iya sih. Terus soal tadi yang kataMu, aku ada di dunia ini karena cinta kedua orang tuaku, apakah memang benar begitu? Apakah manusia ada selalu karena cinta?

T: Menurutmu cinta itu apa?

E: Cinta? Hmm... Cinta itu abstrak, karena perasaan, tapi aku tidak tahu bagaimana menjelaskan cinta itu padaMu.

T: Aku tidak perlu penjelasan darimu, karena Aku itu cinta.

E: Kamu itu cinta? Lalu bagaimana Kamu menjelaskan cinta padaku?

T: Cukup rasakan saja. Bukan kamu pikirkan.

E: Bagaimana caranya?

T: Cara? Mengapa kamu masih berpikir mengenai cara merasakannya?

E: Karena aku tidak tahu caranya dan aku bertanya, apakah salah?

T: Salah, kamu selalu saja salah dalam mengerti rasa. Cukup rasakan dan tak perlu berpikir jauh!

E: Lalu setelah aku bisa merasakannya tersebut, apa yang akan terjadi?

T: Tidak akan terjadi apa-apa, memangnya apa yang kamu harapkan?

E: Yang aku harapkan adalah hidupku menjadi lebih baik daripada sekarang.

T: Apakah kehidupanmu sekarang buruk?

E: Ya.

T: Hidupmu belum ada apa-apanya Van, dibandingkan dengan orang-orang yang ada di luar sana, masih banyak yang lebih buruk kehidupan mereka.

E: Lalu aku harus bagaimana dalam bersikap?

T: Bersikap sewajarnya sajalah. Tak perlu bersikap sentralis, apakah yang hidup di dunia ini cuma kamu saja? Sampai-sampai semuanya harus berpusat padamu saja?

E: Aku masih bingung dengan sikap wajar itu?

T: Yah, wajarlah kalau kamu bingung, karena itu sikap wajarmu dalam memperoleh informasi. Tapi yang tidak wajar adalah perubahan sikapmu yang terlalu dratis itu, kelihatan kamu ingin diperhatikan banyak orang. Ya gak?

E: Ya, aku rasa begitu.

T: Nah, itu kamu mulai bisa merasakan. Coba latihlah kepekaanmu dalam merasakan, jangan hanya selalu berpikir kritis terus, seimbangkan antara pikiran dan perasaanmu, seperti yang pernah kamu nyatakan sendiri dalam status-status Facebookmu itu.

E: Okelah kalau begitu. Sekarang aku mau tanya, Kamu itu ada gak sih? Nyata gak sih?

T: Hahaha...kamu masih mempertanyakan Aku?

E: Ya.

T: Coba perhatikan kata-kataku ini, "Aku adalah cinta". Apa yang kamu simpulkan? Tak perlu berpikiran jauh.

E: Tuhan adalah cinta, lalu benci itu siapa atau apa?

T: Ya, yang dalam cerita-cerita mitos itu, siapakah musuhKu?

E: Hmm... Ya ya, mengerti aku sekarang

T: Akulah yang membuat kamu ada di dunia ini melalui orang tuamu. Kamu memiliki sifat-sifatKu dan sifat-sifat musuhKu, karena itu kenapa kamu disebut manusia. Cintailah orang lain, maka kamu adalah Aku. "Aku ada dalammu dan kamu ada dalamKu". Cukup rasakan saja dalam dirimu dan temukan itu di orang lain. :)

E: :)

Popular posts from this blog

Pendidikan Anarkisme; Menanggapi Pendidikan Demokratis Radikal Ben Laksana

Setelah membaca tulisan Ben Laksana mengenai pendidikan demokratis di Indoprogress , saya ingin menanggapinya dengan kedangkalan berpikir saya mengenai pendidikan. Namun sebelum menanggapi tulisan tersebut, saya ingin mengeluarkan uneg-uneg sebagai prolog tulisan ini. Bila memang benar demokrasi merupakan sistem bernegara yang paling ideal, mengapa justru permasalahan negara-negara demokrasi semakin rumit setiap harinya? Apakah kegagalan negara-negara tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintahnya menerapkan demokrasi? atau apakah demokrasi hanyalah sebuah omong kosong penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya secara terselubung (dengan adanya pemilu, penguasa akan selalu mengklaim kekuasaannya berasal dari rakyat)? Buat saya, demokrasi memang hanyalah sebuah omong kosong, tidak realistis untuk diperjuangkan, bukan soal utopis atau tidaknya, tapi lebih pada kesesatan logika berpikirnya. Secara etimologi dan terminologi, bukankah demokrasi berarti pemerintahan rakyat? Namun secara...

Kenapa Hidup ....., Jika Mati .....

Jika mati bisa dianggap suatu keberuntungan, kenapa kita susah melihat keberuntungan hidup? Jika kematian saja bisa disyukuri, kenapa dalam kehidupan kita sering mengeluh? Jika kepastian mati harus dilalui berani, kenapa ketidakpastian hidup kita isi ketakutan? Kenapa kita masih hidup sampai sekarang, jika kita tak bisa menikmati proses menuju mati?

Pelampiasan

Ingin kupeluk erat dirimu sebagai pelampiasan, atas rasa rindu yang telah membendung lama. Ingin kucium bibirmu sebagai pelampiasan, atas rasa nafsu yang telah memuncak lama. Ingin kujadikan dirimu sebagai pelampiasan, atas rasa cinta pada sebagian diriku yang ada padamu.