Skip to main content

Jalanan Salatiga

Tiap malam menjelang subuh,
tiap aku memikirkan gadis manisku,
menyusuri jejak hitam yang aku buat,
hanya menemukan bayangan dalam kabut.
Berjalan di tengah-tengah pekatnya kegelapan,
melarut dalam kesendirian, dalam sebuah harmoni malam,
sedikit remang, sedikit dingin, sedikit sepi, dan sedikit amarah.

Berteman dengan jalangnya jalanan,
menikmati cumbuan angin malam yang dingin.
Kurasakan hangat sebuah kecupan birahi semu,
bergairah, sambil menangis, tertawa, aku bertanya,
"Apa yang sedang aku lakukan? Bukankah ini gila?"
Semua perasaan bercampur aduk menjadi satu, yaitu aku.

Di jalanan inilah aku meletakkan jejak bayangku,
merayu cantiknya bintang dan bulan purnama.
Ya, mereka cocok menjadi teman kencanku semalam.
Kugandeng mereka menuju puncak bukit jalanan ini,
menuju puncak kenikmatan malam kota Salatiga.


3 September 2010, Surabaya

Popular posts from this blog

Pendidikan Anarkisme; Menanggapi Pendidikan Demokratis Radikal Ben Laksana

Setelah membaca tulisan Ben Laksana mengenai pendidikan demokratis di Indoprogress , saya ingin menanggapinya dengan kedangkalan berpikir saya mengenai pendidikan. Namun sebelum menanggapi tulisan tersebut, saya ingin mengeluarkan uneg-uneg sebagai prolog tulisan ini. Bila memang benar demokrasi merupakan sistem bernegara yang paling ideal, mengapa justru permasalahan negara-negara demokrasi semakin rumit setiap harinya? Apakah kegagalan negara-negara tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintahnya menerapkan demokrasi? atau apakah demokrasi hanyalah sebuah omong kosong penguasa untuk melegitimasi kekuasaannya secara terselubung (dengan adanya pemilu, penguasa akan selalu mengklaim kekuasaannya berasal dari rakyat)? Buat saya, demokrasi memang hanyalah sebuah omong kosong, tidak realistis untuk diperjuangkan, bukan soal utopis atau tidaknya, tapi lebih pada kesesatan logika berpikirnya. Secara etimologi dan terminologi, bukankah demokrasi berarti pemerintahan rakyat? Namun secara...

Kenapa Hidup ....., Jika Mati .....

Jika mati bisa dianggap suatu keberuntungan, kenapa kita susah melihat keberuntungan hidup? Jika kematian saja bisa disyukuri, kenapa dalam kehidupan kita sering mengeluh? Jika kepastian mati harus dilalui berani, kenapa ketidakpastian hidup kita isi ketakutan? Kenapa kita masih hidup sampai sekarang, jika kita tak bisa menikmati proses menuju mati?

Pelampiasan

Ingin kupeluk erat dirimu sebagai pelampiasan, atas rasa rindu yang telah membendung lama. Ingin kucium bibirmu sebagai pelampiasan, atas rasa nafsu yang telah memuncak lama. Ingin kujadikan dirimu sebagai pelampiasan, atas rasa cinta pada sebagian diriku yang ada padamu.