Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2013

Tuhan, Setan, dan Manusia

Cinta, ia yang memberikan kesempatan pada manusia untuk bisa menjadi dirinya sendiri. Sedangkan benci, ia yang memberikan kesempatan pada manusia untuk bisa menjadi diri lainnya. Manusia, ia yang mewarisi cinta milik Tuhannya dan yang mewarisi benci milik Setannya. Cinta dan benci, Tuhan dan Setan. Mereka bercumbu melahirkan banyak anak manusia. Cinta dan benci, Keduanya membuat manusia menjadi lebih manusiawi. Tak ada manusia yang hanya mencinta atau membenci. Manusia, Ia yang bisa mencintai dan membenci secara bergantian. Berirama. Bahkan beriringan. Manusia, manusia, manusia. Ia bukan Tuhan, ia hanyalah manusia. Ia juga bukan setan, ia hanyalah manusia. Manusia, Tuhan, Setan. Kemanusiaan, Ketuhanan, Kesetanan. Memanusiakan manusia, Tuhan, dan Setan. Memanusiakan manusia, Karena manusia tetaplah manusia. Cintai dan benci manusia secukupnya. Memanusiakan Tuhan dan Setan, karena dengan begitu, manusia akan memahami hakekatnya sebagai manusia. Ant...

Indahnya Pemberontakan Pramoedya

“Empat belas tahun umurnya pada waktu itu. Kulit langsat. Tubuh kecil mungil. Mata agak sipit. Hidung ala kadarnya. Dan jadilah ia kembang kampung nelayan sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.” Begitulah Pram –sebutan Pramoedya Ananta Toer—memulai novel ini. Bisa saya bayangkan, betapa manisnya tokoh utama itu, semanis namanya. Gadis Pantai –manis ‘kan? Itu nama yang digunakan Pram untuk tokoh utama –yang ternyata adalah neneknya sendiri. Novel ini memang sengaja Pram tulis untuk menebus janjinya kepada sang nenek. “Tahu aku hendak meninggalkannya pergi ke Jakarta, dia datang. Janjiku: Mbah, kalau sudah mampu cari rejeki sendiri nanti kukirimkan sarung untukmu. Aku pergi ke Jakarta. Dia pun pergi, hanya untuk selama-lamanya. Dia, nenek darahku sendiri, pribadi yang kucintai, kukagumi, kubanggakan. Inilah tebusan janjiku. Pada dia yang tak pernah kuketahui namanya. Maka cerita ini kubangun dari berita orang lain, dari yang dapat kusaksikan, kukhayalkan, kutuangkan,” aku ...

Pendidikan Omong Kosong; Pemaksaan Otokritik dan Otodidak

Ini omong kosong. Tidak akan anda temukan kebenaran atau keadilan di sini. Murni omong kosong. Tapi, sekosong-kosongnya omongan saya, lebih omong kosong (orang-orang yang ngomong) kebenaran atau keadilan. Kebenaran atau keadilan di dunia ini memang omong kosong, lebih kosong daripada omong kosong yang saya lakukan sekarang. Namun jangan percaya omong kosong ini, apalagi kebenaran atau keadilan yang sejatinya akan mengosongkan pikiran anda . Dan mengisinya dengan omong kosong tentang imajinasi dunia yang baik. Dunia memang sudah begini adanya. Penuh dengan omong kosong tentang kebaikan, kebenaran, dan keadilan. Mau omong kosong tentang apa lagi? Omong kosong tentang omong kosong? Kalau begitu, saya akan omong-omong tentang yang kosong-kosong. Kosong Adalah Isi Kosong itu ada, ada untuk mengada-ada. Sama halnya seperti pendidikan (formal). Terisi penuh dengan formalitas kosong, lebih kosong daripada yang saya lakukan sekarang ini. Tidak percaya? Tentu anda tidak akan ...